Negara Singapura dengan luas wilayah sekitar 600 km2,
memiliki jumlah penduduk sebesar 4,5 juta jiwa. Sebagian besar wilayah tersebut
dipergunakan untuk bangunan pemukiman dan industri. Sebagai negara yang
memiliki keterbatasan lahan, aktivitas di bidang pertanian on farm relatif
sangat terbatas di Singapura. Kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian
negara relatif sangat kecil, yakni hanya sekitar 0,1 % dari keseluruhan PDB
Singapura.
Lebih dari 90% dari produk pertanian yang dibutuhkan berasal dari
negara lain (Malaysia, Thailand, China, Vietnam, Indonesia,
dll), sisanya berasal dari produk pertanian domestik. Beberapa jenis
sayuran/buah-buahan yang ditanam oleh petani setempat hanya cukup dijual untuk
pasar domestik.
Ketersediaan produk pertanian yang aman dan cukup, khususnya sayur dan buah-buahan, menjadi program yang sangat penting di Singapura. Hal ini mengingat tingginya angka konsumsi masyarakat setempat terhadap kelompok komoditas tersebut, yakni 72,3 kg/kapita/tahun untuk sayuran dan 85,7 kg/kapita/tahun untuk buah-buahan.
Selain melalui aktivitas impor, pemenuhan kebutuhan pangan
masyarakat juga dilakukan melalui pengembangan kawasan atau areal pertanian
baru yang disebut dengan Agrotechnology Park. Kawasan ini pada
dasarnya merupakan hasil akhir dari pengembangan wilayah potensial dengan
berbagai aktivitas pertanian yang terpadu dan dilengkapi dengan sarana
infrastruktur (jalan, air, listrik) yang memadai. Secara hukum lahan di kawasan
ini adalah milik pemerintah, sehingga bagi petani/pelaku usaha yang ingin
mengusahakannya harus menyewa selama 10-30 tahun dengan luasan lahan
masing-masing berkisar 2-30 hektar.
Hingga saat ini terdapat 6 (enam) kawasan Agrotechnology Park di
seluruh Singapura, masing-masing berlokasi di Lim Chu Kang, Murai, Sungei
Tengah, Nee Soon, Mandai and Loyang. Total luas ke-enam kawasan pertanian
tersebut mencapai 709 ha, yang terdiri dari 224 lahan (farm) yang diusahakan
untuk pertanaman hortikultura (sayur-buah-tanaman hias), peternakan maupun
perikanan.
Dari total areal pertanaman seluas 96 ha tersebut diusahakan
beberapa jenis tanaman, yakni adalah sayuran daun yang ditanam di lahan (70%),
sayuran hidroponik (17%), buah (4%), jamur (7%) dan aneka kecambah (3%). Teknik
budidaya sayuran daun sebagian besar dilakukan didalam screenhouse, yang
dikenal sebagai protected cultivation, dengan sistem irigasi bertekanan dan
penggunaan alsintan dalam penyiapan lahan. Pada sebagian kecil areal pertanaman
juga digunakan teknik budidaya hidroponik maupun aeroponik.
Pada kebanyakan lahan pertanaman sayuran daun di dalam screenhouse dilengkapi dengan sistem irigasi bertekanan dengan menggunakan pipa yang dipasang di bawah atap bangunan. Sistem ini dikenal sebagai overhead water sprinkle, artinya air irigasi secara otomatis disiramkan/disemprotkan ke lahan pertanaman dari arah atas, bukan dari bawah seperti sistem irigasi sprinkler pada umumnya.
Di beberapa di lokasi pertanaman milik swasta ini juga telah
tersedia fasilitas gudang/packing house berpendingin sebagai bagian terpenting
dalam penerapan sistem cold chain management. Didalam gudang ini dilakukan
aktivitas pembersihan, sortasi dan pengepakan sayuran. Di gudang ini juga
dilakukan salah satu tahap penting dalam cold chain management yang disebut
pre-cooling yakni penempatan segera sayuran yang baru saja dipanen pada ruang
pendingin (cold storage) bersuhu antara 6 -9 ÂșC sebelum dilakukan pengepakan.
Tahap pre-cooling ini diyakini dapat memperpanjang usia segar (shelf life)
sayuran dari rata-rata 9 hari menjadi 16 hari.
Pelaku usaha ini juga telah memiliki sarana transportasi dengan
container berpendingin, yang digunakan untuk mengirim sayuran dari lahan
pertanaman ke supermarket atau pasar. Suhu didalam container tersebut dirancang
tidak jauh berbeda dengan suhu di ruang penyimpanan.
Sebagaimana di negara lainnya, untuk menghasilkan produk sayuran
yang aman dan berkualitas, petani Singapura juga telah menerapkan teknik
budidaya yang baik dan benar (Good Agriculture Practices-GAP). Pedoman GAP di
Singapura, dikenal sebagai GAP – Vegetable Farming Scheme (GAP-VF Scheme), beserta
berbagai dokumen prosedur sertifikasinya telah dilaunching oleh AVA pada
tanggal 6 Pebruari 2004. Hingga saat ini terdapat 7 (tujuh) pelaku usaha (farm)
yang telah memperoleh sertifikat tersebut.
Setidaknya terdapat 5 (lima) aspek utama yang dipersyaratkan dalam
penerapan GAP-VF Scheme tersebut, yakni :
·
Terjaganya kebersihan
lingkungan pertanaman
·
Penyimpanan bahan kimia
pertanian secara tepat
·
Penggunaan pupuk organik
atau kompos
·
Penggunaan pestisida
yang bersertifikatTenaga kerja lapangan yang terlatih
ini yang aku cari, makasih gan artikelnya.
BalasHapussharing juga ni, dengar-dengar blog jokowarino.com tempat berbagi informasi mengenai pertanian indonesia adalah blog baru yang cukup bagus menyediakan referensi seputar pertanian, sesuai dengan namanya jokowarino.com tempat berbagi informasi mengenai pertanian indonesia memang tidak hanya membahas teori saja, namun infonya juga bersifat aplikatif, karena itulah kadang juga saya mengunjunginya DISINI>> jokowarino.com tempat berbagi informasi mengenai pertanian indonesia
Sama-sama Lukman...
HapusGak ada jawabanya
BalasHapus